Feeds:
Pos
Komentar

Archive for Desember 9th, 2008

STENOSIS ARTERI RENAL

A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. DEFINISI
Adalah penyempitan arteri pada ginjal
2. ETIOLOGI
Atherosclerosis / dysphasia fibromuscular, there are several other:
– Cancer may obstruct the vessels
– Embolism and thrombosis can cause acute obstruction
3. PATOFISIOLOGI
Sebagian besar penyebab dari penyakit stenosis arteri renal adalah atherosclerosis, dan yang lainnya, namun jarang terjadi adalah cancer pembuluh darah, embolisme dan trombosis. Hasil dari penyebab-penyebab di atas menyebabkan renal arteri stenosis sehingga berpengaruh pada aliran darah yang menuju ke ginjal. Akibatnya aliran darah ke ginjal. Akibatnya aliran darah pada renal terhambat sehinga menyebabkan renal parenkim ischemia dan selanjutnya renal menjadi athropi.
4. MANIFESTASI KLINIS
a. Peningkatan tekanan darah.
b. Penurunan fungsi ginjal.
c. Nyeri pinggang atau abdomen.
d. Peningkatan suhu badan.
e. Pemeriksaan urine mungkin normal.
f. Pemeriksaan darah ditemukan aspartate aminotransfarase dan lactic dehidrogenase.
g. Renal scan menunjukkan tidak ada aliran darah dalam arteri.

5. PENATALAKSANAAN
a. Revascularisasi.
b. Artherial endarterectomi dengan disertai anticoagulant / antiplatelet therapy.
c. Percutaneous transluminal renal angiophaty (PTRA).
Balon kateter dimasukkan melalui femoral arthery di bawah pengawasan radiologic guidance sampai pada tempat yang mengalami penyempitan. Kemudian balon dipompa sehingga memperlebar ukuran lumen arteri.
Kontra indikasi PTRA:
Jika arteri femurnya terdapat luka yang berbahaya maka akan mengakibatkan kerusakan jaringan tubuh yang lain.

6. POHON MASALAH

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Sirkulasi
Tanda:
• Hipertensi
• Takikardia

b. Nyaman / nyeri
Gejala:
• Nyeri pinggang
• Nyeri abdomen
Tanda:
• Gelisah
c. Keamanan
Tanda:
• Demam
• Peningkatan suhu tubuh.
d. Aktivitas / istirahat
Gejala:
• Keletihan
• Kelemahan
• Malaise
e. Eliminasi
Gejala:
• Perubahan pola berkemih, penurunan frekuensi.
• Pemeriksaan urine mungkin normal.
• Kosntipasi.
f. Makanan dan cairan
Gejala:
• Mual – muntah
• anoreksia
g. Sensori
Gejala:
• Gangguan status mental.
• Ketidakmampuan berkonsentrasi.
• Penurunan lapang perhatian.
h. Tes diagnostic
• Pemeriksaan urine mungkin normal.
• Pemeriksaan darah ditemukan asparat aminotransferase dan latic dehidrogenase.
• Renal scan menunjukkan tidak adanya aliran darah dalam arteri.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan ischemia parenkim renal.
b. Gangguan thermoregulasi (hyperthermia) berhubungan dengan penurunan fungsi ginjal.
c. Gangguan eliminasi urine (inkontinensia urine) berhubungan dengan penurunan fungsi ginjal.
d. Resti terjadinya infeksi berhubungan dengan pemasangan PTRA.
e. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan pemasangan PTRA.
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan ischemia parenkim renal.
Intervensi keperawatan:
• Observasi nyeri, perhatikan lokasi, karakteristik, dan intensitas (dengan skala).
Rasional : membantu evaluasi derajat ketidak nyamanan dan keefektifan anal kesik.
• Dorong penggunaan teknik relaksasi. Contoh: pedoman imajenasi fisualisasi, aktivitas terapiutik.
Rasional : membantu pasien untuk meningkatkan kemampuan koping menurunkan nyeri dan ketidak nyamanan.

• Berikan tindakan kenyamanan seperti pemijatan punggung.
Rasional : menurunkan tegangan otot, menignatkan relaksasi.
• Kolaborasi dengan dokter: dalam pemberian obat sesuai dengan indikasi.
Rasional : untuk menghilangkan nyeri dan meningkatkan kenyamanan.
b. Gangguan thermoregulasi (hyperthermia) berhubungan dengan penurunan fungsi ginjal.
Intervensi keperawatan:
• Observasi suhu tubuh pasien, perhatikan menggigil atau adanya diaporesis.
Rasional : demam dapat membantu menegakkan diagnosis.
• Berikan kompres hangat.
Rasional : menurunkan suhu tubuh.
• Atur suhu lingkungan, batasi penggunaan linen tebal.
Rasional : suhu ruangan dan penggunaan linen diubah untuk mempertahankan suhu mendekati normal.
• Kolaborasi dalam pemberian obat antipiretik.
Rasional : untuk mempercepat penurunan suhu tubuh.
c. Gangguan eliminasi urine (inkontinensia urine) berhubungan dengan penurunan fungsi ginjal.
Intervensi keperawatan:
• Observasi keluaran urine, selidiki penurunan atau penghentian aliran urine.
Rasional : penurunan aliran urine dapat mengindikasi obstruksi / disfungsi.

• Observasi dan catat warna urine, perhatikan hematuria dan atau perdarahan.
Rasional : perubahan warna dapat digunakan sebagai pedoman dalam intervensi medik.
• Awasi tanda vital, kaji nadi, turgor kulit, pengisian kapiler dan mukosa mulut.
Rasional : indicator keseimbangan cairan.
d. Resti terjadinya infeksi berhubungan dengan pemasangan PTRA.
Intervensi keperawatan:
• Pertahankan teknik septic dan antiseptic.
Rasional : meminimalkan kesempatan introduksi bakteri.
• Awasi TTV.
Rasional : peningkatan suhu atau takikardia dapat menunjukkan terjadinya infeksi.
• Tingkat cuci tanganyang baik pada staf dan pasien.
Rasional : menurunkan resiko kontaminasi silang.
• Kaji kulit atau warna, perhatikan adanya erithema, selidiki keluhan nyeri pada daerah tusukan.
Rasional : memberikan informasi dan mewaspadakan staf terhadap tanda dini infeksi.
e. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan pemasangan PTRA.
Intervensi keperawatan:
• Ciptakan lingkungan saling percaya dengan mendengarkan penuh perhatian dan selalu ada untuk pasien.
Rasional : menanggapi dan memperhatikan keluhan pasien.
• Berikan pengetahuan dasar tentang cara kerja, komplikasi, manfaat dari prosedur yang akan dilakukan.
Rasional : agar pasien dapat lebih bersikap kooperatif tentang tindakan.
C. LITERATUR
Swering, Pamela L. 2000. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 2. Jakarta: EGC.
Doenges E. Marilynn, Moorhouse Frances Mary, Geisster C Alice. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien Edisi 3. Jakarta: EGC
Joice M. Black, dkk. ——. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC.

Read Full Post »

UROLITIASIS

OLEH : ERFANDI

A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. DEFINISI
o Batu saluran kemih (urolitiasis) adalah adanya batu pada saluran kemih yang bersifat idiopatik, dapat menimbulkan statis dan infeksi.
o Mengacu pada adanya batu (kalkuli) pada traktus urinarius.
2. ETIOLOGI
Masih belum dapat dipastikan kemungkinan adanya, namun secara umum penyebab dari penyakit ini adalah sebagai berikut:
a. Faktor infeksi, dimana penyebab tersering dari infeksi ini adalah adanya Escherichia Coli.
b. Peningkatan vitamin D
c. Diet yang salah.
d. Kekurangan minum atau dehidrasi.
e. Hyperparathiroidisme, penyakit metabolic bawaan.
f. Factor lingkungan yang secara umum berasal dari factor sumber pemerolehan air minum.
g. Tirah baring yang lama.
3. MANIFESTASI KLINIS.
Adanya batu pada traktus urinarius tergantung pada adanya obstruksi dan infeksi.
Ketika batu menghambat aliran urine maka menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik dan distensi pada ginjal serta ureter.
Infeksi yang disertai demam, menggigil, disuria terjadi karena iritasi yang terus-menerus.
Bila nyeri mendadak menjadi akut disertai nyeri tekan diseluruh area kosto vertebral dan muncl mual dah muntah, maka pasien sedang mengalami kolik renal.
Diare dan ketidak nyamanan abdominal terjadi karena reflek renointestinal ginjal ke lambung dan usus besar.
Batu yang terjebak di kandung kemih menyebabkan gejala iritasi. Jika batu menyebabkan obstruksi akan menyebabkan terjadinya retensio urine.
4. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Laboratorium
o Urine analisis, volume urine, berat jenis urine, protein, reduksi, dan sediment.
o Urine kultur meliputi: mikroorganisme, sensitivity test.
o Darah yang meliputi: leuco, diff, LED, kadar ureum dan kreatinin, kadar urine acid, kadar cholesterol, GTT, UCT.
b. Rontgen foto
BNO/buik neir overzicht = CVB (ginjal, ureter, buli-buli) = plain foto abdomen. Dari pemeriksaan ini dapat diketahui: batu dalam saluran kemih, tulang-tulang, ileo spoas lining, dan contour ginjal.
5. MACAM BATU MENURUT TEMPATNYA
a. Batu ginjal.
Batu yang berbebtnuk di ginjal dapat menetap pada beberapa tempat di baian ginjal, seperti di kalix minor atas dan bawah, di kalix mayor, di daerah pyelum dan di atas (up junction).
o Batu di kalix minor atas.
Batu ini kemungkinan silent stone dengan symptom stone.
o Batu di kalix monir bawah.
Batu yang terdapat di bagian ini biasanya merupakan batu koral (staghorn stone), dan berbentuk seperti arsitektur dari kalices. Batu ini makin lama akan bertambah besar dan mendesak pharencim ginjal sehingga pharencim ginjal semakin menipis. Jadi batu ini potensial berbahaya bagi ginjal.
o Batu di kalix mayor.
Jenis batu ini adalah batu koral (staghorn stone), tetapi tidak menyumbat. Batu pada daerah ini sering tidak menimbulkan gejala mencolok / akut, tetapi sering ditemukan terjadinya pielonefritis karena infeksi yang berulang-ulang. Batu inipun makin lama akan semakin membesar dan mendesak pharencim ginjal sehingga pharencim ginjal akan semakin menipis, batu inipun berbahaya bagi ginjal.
o Batu di pyelum ginjal.
Batu-batu ini kadang-kadang dapat menyumbat dan menimbulkan infeksi sehingga dapat menyebabkan kolik pain dan gejala lain.
Tindakan pengobatannya sebaiknya batu pada daerah ini dilakukan pengangkatan batu, karena batu dapat tumbuh terus ke dalam kalix mayor sehingga tindakan operasi akan lebih sulit untuk dilaksanakan.
o Batu di atas Up Junction.
Daerah up junction merupakan salah satu tempat penyempitan ureter yang fisiologist, sehingga besarnya batu diperkirakan tidak dapat melalui daerah tersebut.
b. Batu ureter.
Tanda dan gejala:
o Tiba-tiba timbul kolik pain mulai dari pinggang hingga testes pria atau ovarium pada wanita, pada posisi apapun pasien sangat kesakitan.
o Kadang-kadang disertai perut kembung, nausea, muntah.
o Gross hematuria.

c. Batu buli-buli.
Batu buli-buli terdapat pada semua golongan umur dari anak sampai orang dewasa.
6. PENATALAKSANAAN
a. Farmako terapi.
o Natrium Bikarbonat.
o Asam Aksorbal.
o Diuretik Thiasid.
o Alloporinol.
b. Pengangkatan batu melalui Pembedahan.
o Pielolitotomi.
o Uretolitotomi.
o Sistolitotomi.
o Lithotripsi ultrasonic perkutan / PUL.
7. PATOFISIOLOGI
Urolitiasis mengacu pada adanya batu (kalkuli) di traktus urinarius. Batu terbentuk ketika konsentrasi supstansi seperti kalsium oksalat, kalsium fosfat dan asam urat meningkat. Batu juga dapat terbentuk ketika difisiensi supstrats tertentu. Seperti sitrat yang secaa normal mencegah kristalisasi dalam urine, serta status cairan pasien.
Infeksi, stasis urine, serta drainase renal yang lambat dan perubahan metabolic kalsium, hiperparatiroid, malignansi, penyakit granulo matosa (sarkoldosis, tuberculosis), masukan vitamin D berlebih merupakan penyebab dari hiperkalsemia dan mendasari pembentukan batu kalsium. Batu asam urat dapat dijumpai pada penyakit Gout. Batu struvit mengacu pada batu infeksi, terbentuk dalam urine kaya ammonia – alkalin persisten akibat uti kronik. Batu urinarius dapat terjadi pada inflamasi usus atau ileostomi. Batu sistin terjadi pada pasien yang mengalami penurunan efek absorbsi sistin (asam ammonia) turunan.

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Aktivitas / Istirahat
Subyektif : Keterbatasan aktivitas / imobilisasi berhubungan dengan kondisi sebelumnya (contoh: penyakit tidak sembuh, cedera medulla spinalis).
b. Sirkulasi
Obyektif :
– Peningkatan tekanan darah / nadi
– Kulit hangat dan kemerahan, pucat.
c. Eliminasi
Subyektif :
– Riwayat adanya ISK kronik, obstruksi sebelumnya (kalkulus).
– Penurunan haluaran urine, kandung kemih penuh.
– Rasa terbakar, dorong berkemih.
– Diare.
Obyketif :
– Oliguria
– Hematuria
– Piuria
– Perubahan pola berkemih.
d. Makanan / cairan
Subyektif:
– Mual / muntah, nyeri tekan abdomen.
– Diet tinggi purin, kalsium oksalat dan / atau fosfat.
– Ketidakcukupan pemasukan cairan, tidak minum air dengan cukup.

Obyektif:
– Distensi abdomen
– Penurunan / tidak adanya bising usus.
– Muntah.
e. Nyeri / kenyamanan.
Subyektif:
– Episode akut nyeri berat, nyeri kolik. Lokasi tergantung pada lokasi bat, contoh pada panggul, abdomen, dan turun ke lipat paha / genetalia. Nyeri dangkal konstan menunjukkan kalkulus ada di pelvis atau kalkulus ginjal.
– Nyeri dapat digambarkan sebagai akut, hebat tidak hilang dengan posisi atau tindakan lain.
Obyektif:
– Melindungi, perilaku distraksi.
– nyeri tekan pada area ginjal pada saat palpasi.
f. Keamanan
Subyektif:
– Penggunaan alcohol.
– Demam, menggigil.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Gangguan nyaman nyeri berhubungan dengan peningkatan frekuensi / dorongan kontraksi ureteral dan trauma jaringan, pembentukan edema, ischemia seluler.
b. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan stimulasi kandung kemih oleh batu, iritasi ginjal atau ureteral.
c. Gangguan thermoregulasi berhubungan dengan proses infeksi.
d. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan dengan proses penyakit.
e. Resiko tinggi kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan mual / muntah (nausea) dan diuresis obstruksi.
f. Infeksi berhubungan dengan pembentukan batu pada traktus urinarius.
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
a. Gangguan nyaman nyeri:
Kemungkinan berhubungan dengan:
o Peningkatan frekuensi / dorongan kontraksi ureteral.
o Trauma jaringan, pembentukan edema, iskhemia seluler.
Tujuan:
o Nyeri hilang dengan spasme terkontrol.
Kriteria evaluasi:
o Tampak rileks, mampu beristirahat dengan tepat.
Intervensi keperawatan:
o Kaji skala nyeri dan lokasi
Rasional : membantu mengevaluasi tempat obstruksi dan kemajuan gerakan kalkulus.
o Beri tindakan nyemen seperti pijatan pinggang (relaksasi dan distraksi).
Rasional : meningkatkan relaksasi, menurunkan tegangan otot.
o Bantu ambulasi sering dan tingkatkan pemasukan cairan.
Rasional : hidrasi kuat meningkatkan lewatnya batu dan membantu mencegah pembentukan batu selanjutnya.
o Beri kompres hangat pada punggung.
Rasional : menghilangkan tegangan otot dan menurunkan refleks spasme.
o Kolaborasi pemberian obat narkotik, reflek spasme dan edema jaringan.
Rasional : untuk membantu gerakan batu.
b. Perubahan eliminasi urine.
Kemungkinan berhubungan dengan:
o Stimulasi kandung kemih oleh batu, iritasi ginjal atau ureter.
o Obstruksi mekanik, inflamasi.
Tujuan:
o Berkemih dengan jumlah yang normal dan biasa.
Criteria evaluasi:
o Tidak mengalami tanda-tanda obstruksi.
Intervensi keperawatan:
o Observasi intake dan output cairan serta karakteristik urine.
Rasional : mengetahui fungsi ginjal dan adanya komplikasi.
o Dorong meningkatkan pemasukan cairan.
Rasional : peningkatan hidrasi membilas bakteri, darah, debris, dan membantu lewatnya batu.
o Periksa urine dan catat adanya keluaran batu.
Rasional : penemuan batu menunjukkan identifikasi tipe batu dan pilihan terapi.
o Pertahankan patensi kateter tak menetap.
Rasional : membantu aliran urine / mencegah retensi dan komplikasi.
o Kolaborasi pemberian obat Asetozolamide, Amonium Klorida, Asam ashorbat.
Rasional : meningkatkan pH urine untuk menurunkan pembentukan batu asam, menurunkan pembentukan batu fosfat dan mencegah berulangnya pembentukan batu alkalin.
c. Gangguan thermoregulasi berhubungan dengan proses infeksi.
Tujuan:
o Suhu kembali dalam keadaan normal.
Criteria evaluasi:
o Suhu tubuh 36oC – 37oC.
o Mukosa tidak kering.

Intervensi keperawatan:
o Observasi tanda-tanda vital.
Rasional : mengetahui perubahan suhu tubuh.
o Jauhkan dari baju tebal / selimut tebal.
Rasional : dapat meningkatkan suhu tubuh.
o Anjurkan minum sesuai dengan kebutuhan.
Rasional : memenuhi cairan tubuh.
o Ciptakan lingkungan yang nyaman.
d. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan.
Tujuan:
o Ansietas berkurang.
Criteria evaluasi:
o Mengungkapkan pemahaman tentang kondisi, prognosis dan pengobatan, ekspresi wajah rileks.
Intervensi keperawatan:
o Beri kesempatan pada pasien untuk mengekspresikan perasaan dan harapannya.
Rasional : kemampuan pemecahan masalah pasien ditingkatkan bila lingkungan nyaman dan mendukung untuk diberikan.
o Beri informasi tentang sifat penyakit, tujuan tindakan dan pemeriksaan diagnostic.
Rasional : pengetahuai membantu mengurangi ansietas.
e. Resiko tinggi kekurangan volume cairan dan elektrolit sehubungan dengan mual dan muntah dan diuresis pasca obstruksi.
Tujuan:
o Mempertahankan keseimbangan cairan adekuat.
Criteria evaluasi:
o TTV stabil, BB normal, nadi perifer normal.
o Membrane mukosa lembab.
o Turgor kulit membaik.
Intervensi keperawatan:
o Obsevasi intake dan output cairan dan eletrolit.
Rasional : membandingkan keluaran actual dan diantisipasi membantu evaluasi adanya kerusakan ginjal.
o Catat adanya muntah dan diare.
Rasional : muntah dan diare berhubungan dengan kolik ginjal karena syaraf ganglion seliaka pada kedua ginjal dan lambung.
o Tingkatkan pemasukan cairan sampai 3 – 4 liter/hari.
Rasional : mempertahankan keseimbangan cairan yang dapat membantu batu keluar.
o Timbang berat badan setiap hari.
Rasional : peningkatan berat badan yang cepat mungkin berhubungan dengan retensi.
o Kolaborasi pemberian cairan parenteral dan obat antiemetik.
Rasional : mempertahankan volume cairan dan menurunkan mual dan muntah.
o Kaji TTV, turgor kulit dan membrane mukosa.
Rasional : indicator hidrasi / volume cairan.
f. Infeksi berhubungan dengan pembentukan batu pada traktus urinarius.
Tujuan:
o Infeksi tidak berlanjut.
Criteria evaluasi:
o Tanda-tanda infeksi berkurang.
Intervensi keperawatan:
o Observasi tanda-tanda infeksi.
Rasional : mengetahui perkembangan pasien.

o Catat karakteristik urine.
Rasional : urine keruh dan bau menunjukkan adanya infeksi.
o Gunakan teknik aseptic bila merawat.
Rasional : membatasi introduksi bakteri ke dalam tubuh.
o Tingkatkan cuci tangan pada pasien dan staf yagn terlibat.
Rasional : menurunkan resiko kontaminasi silang.
C. LITERATUR
Doenges E. Marilynn, Moorhouse Frances Mary, Geisster C Alice. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien Edisi 3. Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal BedahBrunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2. Jakarta: EGC.
Kumar, Robbins. 1995. Patologi Edisi 4. Jakarta: EGC.
Askep Depkes. 1996. Urogenital. Depkes. Jakarta: ——–

Read Full Post »